Judul :
Supernova Intelegensi Embun Pagi
Pengarang : Dee
Lestari
Penerbit :
Bentang Pustaka
Tahun :
2016
Tebal :
xiv + 710 hlm; 20 cm
ISBN :
978-602-291-131-9
Theodor
Adorno pernah berujar: “Salah satu hal yang
harus ada dalam industri budaya adalah light.” Orang
akan
cenderung mengambil jarak saat harus mempelajari sesuatu yang berat. Mengubah
sesuatu yang berat dalam bentuk cerita novel menjadi alternatif yang bisa
ditempuh. Novel membentuk dan mengubah
sesuatu yang berat menjadi light.
Mudah diterima dan ringan untuk dinikmati.
Itu
pula yang dilakukan oleh Dewi “Dee” Lestari dalam menggarap Supernova. Dee memasukkan berbagai unsur dan disiplin ilmu, seperti filsafat, adat
budaya, kosmopolitan, sains, dan spiritualitas dalam novelnya. Berbagai unsur dan disiplin ilmu itu tidak bisa dikatakan
mudah untuk dipelajari orang awam. Dee berhasil meramu, meracik, dan
menyuguhkannya dengan apik sehingga pembaca menerimanya dengan light. Karyanya bahkan laku keras di
pasaran.
Seri terakhir dari heksalogi
Supernova berjudul Intelegensi Embun Pagi
(IEP) menjadi saksi kehebatan Dee mengolah cerita dari berbagai unsur dan
disiplin ilmu. Sebanyak 10.000
eksemplar ludes terjual di masa pre-order
cukup menjadi bukti novel Supernova Intelgensi Embun Pagi (IEP) disukai dan dinanti pembaca.
Berbeda
dengan serial sebelumnya yang hanya fokus pada satu tokoh utama, Supernova IEP mengharuskan Dee menyulam
cerita dari banyak tokoh dengan karakter dan
sifat yang berbeda-beda. Sudut pandang pertama yang sempit diubah menjadi sudut
pandang ketiga yang luas. Butuh konsistensi logika yang padu, daya imajinasi yang kuat, dan konsentrasi tinggi untuk
menghasilkan karya yang meramu beragam disiplin ilmu. Tak
heran jika Dee membuat blingsatan para kritikus sastra karena karya-karyanya
terbilang langka di Indonesia.
Supernova IEP
melanjutkan cerita petualangan para Peretas di seri-seri sebelumnya. Di seri
ini, dari berbagai lokasi yang berbeda, keterhubungan para tokoh perlahan terkuak. Banyak tokoh yang memunculkan kejutan
dalam serial ini. Tokoh-tokoh yang sebelumnya hanya sebatas figuran berubah menjadi tokoh yang punya peran penting. Identitas dan misi para Peretas
pun semakin jelas. Amnesia yang sebelumnya menggelayuti para tokoh perlahan hilang. Pembaca serial Supernova pun semakin
memahami konstelasi keseluruhan cerita.
Salah satu ramuan disiplin ilmu yang kentara
jelas dalam novel Supernova ini adalah filsafat Buddha. Hal tersebut dibuktikan
dengan penggunaan istilah, seperti dhyana, mala, samsara, sunyavima, antarabhava. Tokoh-tokoh dalam heksalogi Supernova merupakan representasi
sebuah siklus kehidupan. Para Peretas adalah individu yang dalam tiap siklus
reinkarnasi akan mengalami amnesia. Mencapai kesadaran (consciousness) adalah
tugas utama para Peretas. Kelompok Infiltran adalah kelompok pembebas yang
bertugas untuk membantu Peretas mencapai misi mereka. Sedang kelompok Sarvara
(penjaga) bertugas menjaga Peretas agar tetap dalam kondisi amnesia. Pendek
kata, Infiltran adalah malaikat yang membantu manusia menuju nirwana, sedangkan
Sarvara bak setan yang bertugas menghalangi.
Konsep renkarnasi dalam novel ini senada
dengan kajian filsafat Buddha. Kematian bukanlah akhir dari kehidupan manusia.
Manusia akan lahir dan lahir kembali dalam bentuk yang berganti-ganti. Terus
begitu sampai akhirnya kesadaran akan kebersatuan dengan alam semesta dan
Realitas Yang Satu tercapai (Takwin, 2003: 70)
Jatidiri
Novel
ini bukan sekadar cerita petualangan kelompok
Sarvara, Infiltran, dan Peretas. Fokus novel ini pun bukan soal
cinta, persahabatan, atau kekeluargaan. Kisah-kisah itu sebatas kendara untuk mengantarkan pesan
utama ke hadapan pembaca. Novel ini adalah rajutan analogis yang menyuarakan satu wacana penting:
pencarian jati diri manusia. Para Peretas adalah representasi dari kebanyakan manusia di
dunia nyata yang tidak menyadari jati dirinya. Dikisahkan para Peretas adalah
manusia yang mengalami amnesia. Mereka harus berjuang untuk menemukan jati diri
mereka sendiri, menyibak kabut amnesia yang menggelayuti.
Dalam heksalogi Supernova, konsep
ajaran Zen Buddhisme begitu terasa. Zen berarti meditasi. Namun, meditasi di
sini bukan sekadar duduk berjam-jam. Zen adalah jalan untuk memahami kedirian
sejati manusia, melepaskan segala belenggu duniawi yang mengikat manusia.
Segala hal yang bersifat duniawi akan berubah. Zen mengajak orang melakukan
refleksi diri untuk mencari “hal yang tak berubah”. Melepaskan diri dari
jebakan konsep, identitas tunggal, dan bahasa yang seringkali memperdaya
manusia.
“Inilah
kebenaran. Daging yang membungkusmu adalah penjaramu. Memenjarakanmu dalam
ilusi keterbatasan. Kamu yang sesungguhnya jauh lebih besar daripada yang kamu
tahu. Tidak ada kejahatan yang lebih keji daripada pengelabuan jati diri. (hal.
618)
Wacana tentang pencarian jati diri
yang disuarakan oleh novel ini sangat relevan dengan keadaan sekarang. Di
tengah arus modernisasi yang mengglobal, jati diri manusia semakin tergadaikan.
Manusia seolah mengalami amnesia. Lupa akan rasa cinta dan kemanusiaan.
Sekarang, sangat mudah menemukan orang membunuh atas nama agama, atas nama
ras, atas nama kelompok, atas nama harga diri, atas nama kebenarannya sendiri.
Manusia menjadi amnesia karena terjebak dalam konsep, bahasa, dan ilusi yang dibentuk
oleh kekuasaan dan ambisi. Secara keseluruhan, petualangan
dalam serial Supernova menonjolkan satu pesan, yakni membaca jati diri sehingga
mampu lepas dari belenggu penderitaan dunia.
Novel ini menjadi karya dari seniman
yang menginginkan kehidupan lebih baik. Sah-sah saja penulis menggunakan
perspektif dan kajian apa untuk membangun cerita dalam novel. Sejauh itu mampu
memberikan nilai tambah pengetahuan kepada pembaca, entah memakai Budhis,
Hindu, atau Islam, tetap tidak jadi masalah. Toh, tujuan sebenarnya adalah
edukasi bagi masyarakat luas tanpa tendensius membenarkan perpekstifnya
sendiri.
Menyitir Antonio Gramsci, ketika para
politisi dan akademisi gagal mengarahkan sekelompok manusia untuk mencapai
kondisi yang diinginkan, sudah menjadi tanggung jawab para seniman untuk
memanggulnya. Heksalogi Supernova menjadi kontribusi kerja Dee Lestari yang
menginginkan masa depan lebih damai.
Kompas, 29 Oktober 2016
halo kak, sama kenal saya Eka, Mahasiswa semester 8 pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. saya berminat menjadikan resepsi kakak tentang novel Intelegensi Embun Pagi karya Dewi Lestari sebagai data skripsi saya. apakah saya boleh mengetahui data kakak sebagai sumber data nanti?
BalasHapussaya hanya membutuhkan nama berupa Nama, Usia, Pendidikan terakhir, dan profesi saat ini. terima kasih, Kak. mohon bantuannya.