Judul : Lelaki Tua dan Laut
Penulis : Ernest Hemingway
Penerjemah : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun
terbit : 2016
Tebal : vi + 102 hlm.; 14 x 21cm
ISBN : 978-602-6208-88-0
Sebagaimana udara, harapan adalah faktor terpenting dalam
kehidupan manusia. Tidak saja sekadar hidup, dengan harapan manusia menghidupi
hidup itu sendiri. Aku berharap, maka aku ada! Tanpa harapan, manusia tak lebih
dari seonggok daging tanpa arti.
Begitu
pesan yang bisa kita petik dari Novel Lelaki
Tua dan Laut karya Ernest Hemingway. Novel berkisah kehidupan Santiago, lelaki tua yang berprofesi sebagai nelayan. Umur
yang tak lagi muda, tubuh yang tak lagi kekar, dan produktivitas menangkap ikan
yang mulai menurun, sama sekali tak memadamkan
api pengharapan Santiago. Selama delapan puluh empat hari melayarkan perahu,
tak satu ekor pun ikan berhasil ditangkap. Oleh masyarakat setempat, ia dijuluki
salao, yang berarti bentuk terburuk
dari ketidakberuntungan.
Ketidakberuntungannya
yang mengenaskan bahkan membuat sahabat sekaligus murid
mudanya, Manolin dilarang belajar dengan dirinya. Manolin disuruh orang tuanya mencari nelayan yang jauh lebih berhasil. Namun Manolin memilih bersetia. Tetap mengunjungi gubuk Santiago
setiap malam, mengangkat peralatan nelayannya, memberi makanan, dan menjadi
teman membicarakan bisbol Amerika.
Sisi
humanisme diangkat, menghadirkan kisah manusia yang menolak ditaklukkan oleh nasib. Eksistensi diri sebagai manusia
menguatkan keberanian Santiago untuk menghidupkan kembali hidupnya.
Pergumulan ke dalam diri mencuatkan satu keyakinan, bahwa nasib tak selalu
berasal dari langit, pakem dan tak bisa diubah.
Nasib juga berasal dari dalam bumi, dapat diubah jika usaha dan harapan dipintal menjadi satu.
“Manusia tidak diciptakan untuk ditaklukan”, ujarnya. (hal. 70). Santiago kembali membentangkan
layar perahu demi membuktikan dirinya masih bisa menangkap ikan.
Di
hari ke delapan puluh lima, ketika ia mencoba sekali lagi peruntungannya di
lautan, melayari Gulf Stream di Samudera Atlantik sendirian, umpannya
disambarkan ikan. Tak tanggung-tanggung, ikan tersebut berjenis marlin
berukuran raksasa. Santiago senang sekaligus susah. Senang, sebab ikan marlin ini akan menjadi bukti bahwa ia tetap nelayan
hebat. Susah, karena bertarung melawan ikan marlin dengan ukuran dua-tiga kali lebih besar dari perahunya bukan soal gampang. Berhari-hari,
Santiago berjuang sendiri menaklukkan ikan marlin tersebut. Tanpa bekal makanan yang cukup, persiapan seadanya, beberapa botol air
minum yang kian menipis, dan seonggok harapan di dalam hatinya.
Novel Lelaki Tua dan Laut adalah karya paling
fenomenal milik Ernest Hemingway. Karya sastra yang ditulis tahun 1951 ini
meraih penghargaan paling prestise di dunia: Penghargaan Pulitzer tahun 1952
dan Penghargaan Nobel Sastra tahun 1954. Kepiawaiannya menarasikan novel tersebut mempertegas keulungan literatur Hemingway. Gaya
penulisannya yang datar, tanpa metafor yang meledak-ledak, membawa pengaruh
kuat di dunia fiksi abad 20. Hemingway pun menuturkan, “Saya
mencoba untuk menciptakan lelaki tua yang sesungguhnya, anak laki-laki sesungguhnya,
laut yang sesungguhnya, ikan yang sesungguhnya, dan hiu yang sesungguhnya.” (Time, 7 Juli 1999).
Pengalaman
sebagai jurnalis dan reporter di North American Newspaper Alliance mengasah
kejeliannya melihat realita, dan menumpahkannya dalam cerita fiksi. Konon,
menurut para kritikus sastra, novel ini banyak terinspirasi dari kisah Gregorio
Fuentes. Seorang nelayan asal Kuba yang menjadi pekerja di kapal pribadinya. Hobi
Hemingway berlayar dan memancing ikan di atas kapal yacht sangat
membantunya menuliskan kehidupan nelayan, suasana dermaga, dan latar lautan
secara detail. Mata jurnalistik selalu dituntut meneropong titik cerita yang
kuat dan menarik. Dan Hemingway berhasil melakukannya di novel ini.
Hemingway
membawa pembaca melayari alur cerita yang bergerak lamban, dengan kata-kata
yang nyaris tanpa majas. Pergulatan konflik dalam diri Santiago begitu nyata,
melalui dialog-dialog dengan dirinya sendiri di atas perahu. Kedetailan
Hemingway menuliskan kata demi kata dalam cerita membangun sensasi ketegangan. Kisah kegigihan Santiago menghadirkan pembelajaran, bahwa
harapan akan menyalakan secercah kebahagiaan, seberapa pun suram kehidupan ini.
Novel Lelaki Tua dan Laut menjadi
semacam perluasan dari kata-kata terkenalnya: “Hidup ini indah dan layak untuk diperjuangkan.”
Solopos, 17 Juli 2016
0 komentar:
Posting Komentar