Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai
sekitar 255 juta memiliki dua wajah. Di satu sisi, menyimpan potensi berkah,
sekaligus pula potensi bencana. Saat ini saja, persoalan yang muncul dari ujung
Barat hingga Timur Indonesia tak terhitung jumlahnya. Pemerintah, dengan segala
keterbatasannya tak pernah mampu menyelesaikan segala problem penduduk andai sendirian
bekerja. Dibutuhkan pemuda-pemuda yang inovatif, kontruktif, dan peka terhadap
persoalan yang berjibun banyaknya.
Perkembangan teknologi memulai era
baru dalam penyelesaian masalah-masalah bangsa. Strategi pun berubah. Hadirnya start up menjadi gerbang bagi
tersalurnya inovasi dan gairah pemuda untuk turut menyelesaikan masalah bangsa
ini. Langkah itu juga menjadi peluang Indonesia menguasai arena tanding di
bidang teknologi dunia. Bukan lagi
sebagai penonton, tapi pemain utama.
Hal itu disampaikan oleh Menkominfo
Rudiantara dan Dr. Paripurna, M. Hum, wakil rektor UGM dalam sisi pembuka. Start up bergerak dalam koridor yang
bergerak cepat, inovatif, dan cair. Undang-undang yang rigid sebagai legalitas
kerja harus mampu mengakomodasi koridor teknologi tersebut.
Ketersediaan dana bukanlah modalitas
utama dalam start up. Yang lebih dari
itu, adanya kesadaran dan “love” terhadap perbaikan bangsa. Sebagaimana
diungkapkan oleh Seto Lareno dari GO-JEK, pertama-tama start up membutuhkan kesediaan para pemuda untuk turut serta
menginisiasi solusi atas persoalan bangsa yang berjibun.
Setelah itu, tim yang
selanggam-setabuhan dalam pencapaian visi dan misi adalah syarat selanjutnya. Tidak
sekadar mau, para anggota mesti mengambil bagian kerja yang proporsial agar
saling melengkapi. Seumpama mobil yang utuh, start up harus diisi oleh orang-orang yang sevisi, semisi, dan
kompeten agar bisa berjalan.
Kerja kelompok menuntut adanya
tantangan baru, yakni persinggungan ego masing-masing individu. Ego menjadi
penyakit yang merobohkan keutuhan tim, demikian diungkapkan Co-Founder
Nebengers, Andreas Aditya Swasti. Tim seharusnya bekerja sebagai tim, bukan
sebagai individu. Membangun lingkungan kerja yang baik adalah syarat untuk merangkak
ke etape selanjutnya. Produk yang digagas pun harus berangkat dari realitas
nyata agar target sasaran lebih tepat. VP of Service and People Operations Salestock
Indonesia, M. Ghufron Mutaqim memberikan tips agar membuat client persona
sebagai simulasinya.
Data menjadi perihal penting. Beragam
data dikumpulkan, dipilah, dan dipilih agar mampu menyusun konsep yang baik. Data
agreement dan agnostic my self memberi pandangan yang lebih terukur dari
sekadar data statistik, sebab manusia adalah makhluk yang unik.
Pelajaran penting lainnya ada pada
sosok Kristupa Siranggih, Founder fotografer.net
dan A. Noor Arief, Presiden Dagadu. Dedikasi kerja yang ditunjukkan tak lekang
oleh waktu. Inovasi terus dirajut demi melintasi zaman dan segmen pasar. Oleh sebab
itu, unsur seperti: Scout local talent, assign, community values, visionary
spirit, social control, dan strong leadership sangat penting dipelihara. Semua
itu semata-mata agar nyala api start up
tidak cepat padam, kemudian hilang.
Start up bukan kerja sehari selesai. Kebutuhan
dan persoalan akan terus bergerak seiring waktu berjalan. Kontinuitas dan
inovasi tiada henti mutlak dijaga agar mampu menjamah perkembangan zaman. Langkah
konkrit mengawali start up
adalah memulai dari yang paling mudah dan simpel. Start up adalah ejawantah
riil dari dalam diri untuk memberi jalan bagi perbaikan bangsa ini. Oleh sebab
itu, nasehat Kristupa pantas diingat: Follow your dream and wear your passion!
M. Irkham Abdussalam
Peserta Ignition 1000 Startup Digital Yogyakarta
Founder Startup HaiDup
Founder Startup HaiDup
0 komentar:
Posting Komentar